Menitipkan Anak, antara Asisten Rumah Tangga, Kerabat atau Daycare

simulasi di homydaycare
simulasi di homydaycare

Idealnya seorang ibu mendampingi lebih banyak anaknya pada usia tertentu, terutama fase “golden age”, antara usia 0 – 6 tahun, kadang dengan berbagai latar belakang, keadaan tidak selalu ideal yang kita inginkan bukan?

Pertanyaannya, jika karena keadaan tertentu membuat seorang ibu harus bekerja, lalu siapakah yang akan mendampingi anak tumbuh besar? Tiga kemungkinan besar biasanya adalah:

1. Menitipkan anak pada asisten rumah tangga (pembantu) di rumah, atau “outsourcing” dengan tetangga sebelah yang mau dititipkan
2. Menitipkan pada kerabat: nenek/kakek, tante, saudara, adik atau kakak yang tidak bekerja
3. Menitipkan pada orang atau lembaga profesional: seperti daycare atau tenaga pendidik profesional yang khusus disewa untuk menstimulasi anak

Yang jelas saya tidak akan pernah merekomendasikan yang nomor 1. Sebab lagi-lagi tugas mereka hanya “menjaga” bukan mendidik. Tugas mereka hanya memastikan anak aman dari bahaya dan makannya terpenuhi tapi belum tentu mentimulasi anak-anak ini. Masih lebih baik jika anak dibiarkan bermain untuk menstimulasi kecerdasannya, tapi bagaimana jika si pengasuh ini overprotectif? Sayang sekali jika anak yang dijaga pihak no 1 ini kerjaannya hanya diberi makan, ditidurkan, disimpan di depan televisi.

Bagaimana dengan pilihan menitipkan anak pada kerabat? Terutama yang sering terjadi adalah pada nenek/kakek anak-anak kita?

Pilihan menitipkan anak pada nenek dan kakek insya Allah menjadi baik tapi dengan berbagai syarat:
1. Nenek/kakek termasuk orang yang bisa diajak kompromi soal pendidikan anak, mudah diajak berdiskusi soal pendidikan anak, memiliki pengetahuan luas soal pendidikan anak sehingga memiliki batasan-batasan yang jelas (tidak overprotectif, tidak terlalu mengekang juga tidak terlalu memanjakan).
2. Pengawasan dan pendampingan pada anak kecil yang membutuhkan energi lumayan tidak sampai mengganggu kesehatan nenek/kakek.
3. Untuk ukuran orang yang sudah sepuh, nenek dan kakek seharusnya bisa didampingi asisten (perawat, asisten rumah tangga) untuk mengurusi pekerjaan-pekerjaan nonstimulasi atau yang membutuhkan energi banyak: mengganti popok, mencuci popok, memberi makan, jika tidak umumnya mereka bakal kewalahan (nenek/kake + pengasuh).
4. Keinginan dari nenek/kakek yang memang sangat senang dengan anak-anak dan sangat menikmat kebersamaan dengan cucu-cucunya (mereka sendiri yang ikhlas atau menginginkannya setelah diajak bicara).
Karena itu, jangan sampai pilihan menitipkan anak pada nenek dan kakek itu menyebabkan kemungkinan yang jika diungkapkan dalam bahasa negatif “dulu mereka membesarkan kita dengan susah payah, masak di usia sekarang masih juga dikerjain oleh kita anaknya, untuk ngurus cucu-cucunya”.

Jika salah satu syarat tadi tidak dipenuhi, apalagi nomor empat, saya sama sekali tidak merekomendasikan untuk menitipkan anak pada nenek/kakek dan mungkin saya lebih setuju jika pilihan menitipkan anak pada daycare atau pembantu. Meski tetap harus dipilih dan dipilah agar jangan sembarangan daycare dipercaya untuk menitipkan anak.

Meski bukan yang ideal seperti orangtua, daycare bisa jadi pilihan baik lain selain nenek/kakeknya karena dengan beberapa alasan yang sering disebutkan:
1. Pengawasan dan pengasuhan oleh profesional (psikolog, perawat, dll) yang memahami tumbuh kembang anak
2. Makanan terjamin, karena dengan tenaga profesional tadi sudah terstruktur pula pemenuhan nutrisi anak selama berada di lingkungan daycare
3. Anak mendapatkan stimulasi atau rangsangan tumbuh kembang (kognitif, emosi dan psikomotorik)
4. Anak belajar bersosialisasi dan kemandirian (seperti toilet training yang konsisten, bermain dengan teman yang sering, dan lain-lain)
5. Minimum kontaminasi media televisi
6. Stimulasi nilai-nilai positif: agama, karakter dll.(story telling, eksplorasi bermain, games, dll)
Beberapa hambatan orangtua untuk menitipkan daycare atau sering disebut kendala, yang sering disebutkan orangtua antara lain:

1. Masalah kekhawatiran soal kesehatan, misalnya khawatir anak mudah tertular penyakit karena setiap hari berinteraksi dengan anak yang lain
2. Masalah ketidaknyamanan dan kekhawatiran karena anak dititip dengan bukan keluarga sendiri
3. Masalah finansial. Menitipkan anak di daycare membutuhkan pengeluaran lebih dan ini akan menguras keuangan, tidak hemat, baik untuk tranpsort antar jemput maupun biaya daycare itu sendiri

Alasan yang pertama, sebenarnya alasan yang tidak beralasan. Maksud saya bakteri dan kuman itu bisa jadi ada di manapun. Ada pada tanah, ada pada pohon, ada di meja, kursi, ada pada tempat cuci piring.

Ini persis seperti orangtua yang khawatir anaknya sakit jika hujan-hujanan. Apakah air hujan itu yang menyebabkan anak sakit? Tanya dokter manapun, bukan hujan yang menyebabkan anak sakit tapi masalah kekebalan tubuh anak yang tengah lemah dan kebetulan hujan-hujanan itulah yang menyebabkan anak sakit. Jika hujan dapat menyebabkan sakit, pastilah semua orang yang kena hujan akan sakit! Tapi apakah semua orang yang kena hujan pasti sakit? Tidak bukan?

Kecuali benar-benar anak-anak lain itu memiliki penyakit menular yang berbahaya dan potensial untuk ditularkan, yang lainnya seharusnya tidak menjadi kekhawatiran, sebab jika anak kekebalan tubuhnya memang kuat, tidak mudah dia terserang penyakit bukan? Lagi pula tenaga profesional yang tadi disebutkan tidak mungkin tidak mengantisipasi soal hal ini.

Alasan kedua soal ketidaknyamanan adalah hal yang tak juga perlu dikhawatirkan. Sebab siapapun pada awalnya anak akan mengalami apa yang disebut “separation anxiety” kecemasan berpisah dengan orangtuanya. Tapi seiring dengan berjalan waktu, ketidaknyamanan anak ini sebenarnya yakinlah akan hilang. Persis seperti anak yang ditinggalkan bekerja pertama kali oleh orangtua yang nangis dan mungkin histeris. Tapi jika orangtua konsisten, nangis dan teriak anak ini tidaklah berlangsung seterusnya. Silahkan baca tulisan saya yang lain tentang “separation anxiety” ini.

Alasan ketiga soal hambatan finansial, ini yang serius. Jika ayah dan ibu bekerja memang demi anak-anak, lalu mengapakah lagi kita masih berpikiran soal hemat? Uang yang dihasilkan itu kan untuk anak juga, jadi wajar pula jika uang yang dihasilkan itu salah sebagiannya diinvestasikan untuk anak. Meski tetap harus dikelola porsinya.

Terdengar klise memang, tapi ini benar dan fakta di lapangan di sekitar kita, tidak sedikit menunjukkan kebenaran itu. Banyak orangtua demi masa depan anak-anaknya, agar anaknya sukses, mereka bekerja keras membanting tulang, mengorbankan waktu, sehingga sampai tak punya waktu untuk anak-anaknya, menelantarkan anak-anaknya. Tapi yang terjadi setelah masa depan itu datang, setelah orangtua ini renta, anak ini memang sukses, tapi banyak anak ini ternyata menelantarkan orangtuanya.

Maka saya sering berkata untuk para orangtua yang sepasang bekerja (ayah dan ibu), please deh, investasikan sebagian uang Anda juga untuk tumbuh kembang anak dengan serius. Gaji punya, tapi anak hanya difasilitasi pembantu. Jika Anda bekerja ya jangan hanya pembantu, jika tidak menitip di day care, kalau perlu rekrut orang tenaga pendidik, lulusan paud, lulusan PGTK dll untuk menstimulasi anak di rumah dengan gaji profesional. Seperti berlebihan, tapi tanya pada diri kita sendiri, apakah uang yang kita dapatkan dari hasil kerja kita hanya bekerja untuk kepuasan kita sendiri, untuk keluarrga, kedua-duanya atau untuk apa lagi?

taken from : http://www.facebook.com/notes/yuk-jadi-orangtua-shalih/menitipkan-anak-asisten-rumah-tangga-daycare-atau-nenekkakek/10150695245085700