Membentuk Kebiasaan Anak

ayah dan anak homydaycare

Pepatah lama mengatakan “ like father like son” yang dapat diartikan anak bagaimana orang tuanya saja. Walaupun yang disebut adalah father, namun karena yang paling banyak berinteraksi adalah ibunya terutama bagi anak-anak balita, maka otomatis kebiasaan ibunya yang paling membekas bagi anak-anak. Begitu pula pepatah lain yang mengatakan buah apel jatuh tidak jauh dari pohonnya. Yang pada intinya adalah perilaku anak merupakan cerminan dari perilaku orang tuanya.

Lalu apa yang perlu diperhatikan oleh orang tua dalam membentuk kebiasaan anak agar ketika dewasa nanti menjadi kebiasaan-kebiasaan yang positif :

1. Anak adalah perekam yang handal
Anak-anak pada usia dibawah 5 tahun sedang mengalami perkembangan otak dengan maksimal yang dikenal dengan masa golden age yang merupakan perekam yang sangat handal. Segala sesuatu yang dilihatnya akan ditirunya, walaupun kebiasaan tersebut adalah hal yang buruk. Sebagai contoh ada perilaku anak-anak diusia 3 tahun yang mengadakan permainan mamah-mamahan, yaitu permainan layaknya hubungan suami istri, setelah ditanyakan ke anak yang bersangkutan ternyata memang anak tersebut sering melihat perbuatan tersebut dari orang tuanya.

Hal seperti ini perlu mendapat perhatian orang tua, bahwa perilaku yang bersifat pribadi tidak perlu dipertontonkan kepada anak walaupun anak tersebut masih berumur balita, karena akan terus terekam sampai dewasa nanti. Demikian juga ketika antara kedua orang tua sedang mengalami perselisilahan bahkan sampai perang mulut, kejadian tersebut sedapat mungkin tidak disaksikan oleh anak-anak.

2. Contoh perbuatan lebih ditaati dari pada sekedar kata-kata
Ketika suatu hari kita menyuruh anak untuk mandi pada sore hari, terkadang anak malah menjawab, ayah sudah mandi ??. Atau ketika kita meminta anak untuk sholat dan belajar mengaji sementara orang tua sedang asyik menonton TV, maka anak tidak akan melaksanakan perintah tersebut. Akan lebih terkesan bagi anak-anak ketika suatu malam anak terbangun dari tidurnya dan melihat ayah/ibunya sedang melakukan sholat malam, dari pada hanya sekedar menyuruh mereka untuk sholat malam sementara orang tua tidur dengan nyenyak.

3. Konsistensi dan Ketegasan
Membuat peraturan bersama antara orang tua dan anak akan membantu untuk mengontrol perilaku anak, dimana peraturan ini merupakan kesepakatan bersama. Bagi anak-anak yang sudah berada sekolah dasar akan mulai mengerti aturan-aturan yang wajib dijalankan, dimana didalam aturan tersebut terdapat reward dan punishment. Sebagai contoh anak-anak diwajibkan untuk melakukan sholat 5 waktu, jika melakukan dengan sempurna maka reward nya adalah uang jajan sekolah secara penuh, namun jika sholatnya tidak lengkap maka sebagai punishment nya adalah uang jajan akan dikurangi. Ketegasan dan konsistensi orang tua dalam menjalankan aturan yang telah disepakati bersama merupakan salah satu cara agar anak-anak terbiasa untuk memenuhi peraturan.

Itulah sebabnya di dalam Al Qur’an surat An Nahl : 125, ketika mengajak kebaikan kepada orang lain dilakukan dengan cara-cara yang baik, “Serulah (manusia) kepada jalan Rabbmu dengan hikmah dan pelajaran (contoh teladan) yang baik”. Jika kepada orang lain saja dilakukan dengan contoh teladan yang baik , apatah lagi jika mengajak kebaikan dan membentuk kebiasaan kepada anak-anak kita sendiri.